Selasa, 19 November 2013

Kisah Pilu Rakyat Perbatasan #bridgingcourse



“Mereka ada dan pantas untuk diperhatikan”

Judul film        : Tanah Surga...Katanya
Produser          : Bustal Nawawi
Sutradara        : Herwin Novianto
Tahun Rilis      : 2012

Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alamnya. Layaknya sebuah tanah di surga yang subur, makmur, dan kaya raya. Sumber daya alam yang dimiliki seharusnya mampu menyejahterakan rakyatnya, namun realita yang terjadi pada saat ini justru tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Negeri kita memang makmur dengan sumber daya alamnya, namun tidak demikian dengan nasib rakyatnya. Hal itulah yang tergambar di dalam film berjudul Tanah Surga...Katanya.  
Film yang diproduseri oleh Bustal Nawawi ini mengambil setting di salah satu wilayah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia, yaitu antara Kalimantan Barat dan Serawak. Dua negara yang bersebelahan namun sangat berbeda dari segi kesejahteraannya. Wilayah teritorial Indonesia yang ditandai dengan jalan yang penuh bebatuan menggambarkan keadaan negeri yang masih terbelakang, sedangkan wilayah teritorial Malaysia ditandai dengan jalan yang sudah ditutupi aspal nan mulus dan menggambarkan kehidupan rakyatnya yang sudah sejahtera. 
Film ini berhasil mengangkat realita yang terjadi pada rakyat perbatasan saat ini.

Semangat Nasionalisme
Kehadiran sosok pejuang yang dengan keikhlasan hati mempertaruhkan nyawa untuk membela tanah air berhasil dimainkan oleh Hasyim (Fuad Idris) yang merupakan kakek dari Salman (Osa Aji Santoso). Kecintaannya kepada tanah air Indonesia terbukti dalam kontribusinya saat Konfrontasi Indonesia dan Malaysia. Meskipun nasib yang baik tak berpihak kepadanya setelah dengan susah payah ia mempertahankan kesatuan negeri ini, namun ia tetap setia untuk menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya negeri yang ia cintai. Semangat nasionalisme itulah yang ia tularkan kepada cucu kesayangannya, Salman.
Ajakan sang ayah (Ence bagus) untuk kehidupan yang lebih layak di negeri tetangga tak dihiraukannya, demi sang kakek dan negeri yang dicintainya. Salman,  “si kecil yang berdarah juang besar” itulah gelar yang patut diberikan kepadanya. Meskipun usianya masih terbilang muda dan pengalaman hidup yang dirasakannya juga belum seberapa, namun berkat kisah-kisah yang didengarnya telah berhasil menumbuhkan jiwa patriotisme di dalam hati bocah kecil yang masih lugu ini. Dengan bangga ia memegang erat Bendera Merah Putih dan membawanya berlari melintasi perbatasan dua negara.
Jika dilihat lebih jauh lagi, film Tanah Surga...Katanya memiliki kesamaan nilai yang terkandung dengan film berjudul Tanah Air Beta yang disutradarai oleh Ari Sihasale. Film ini berkisah tentang permasalahan yang terjadi di Timor-Timor yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Diantara ribuan warga masih ada sebagian kecil yang tetap setia menjadi bagian dari negeri Indonesia, meskipun mereka harus rela meninggalkan harta benda serta sanak saudara untuk mengungsi di camp pengungsian yang kehidupannya disana jauh dari kata “sejahtera”, tetapi dengan ikhlas mereka menjalani semua itu demi kecintaan pada negeri ini.

Setia walau tak diperhatikan
Banyak orang yang beranggapan bahwa rumput tetangga jauh lebih hijau. Anggapan itulah yang membuat banyak warga negara yang memilih untuk hijrah ke negara lain, demi mencari kehidupan yang lebih menjanjikan. Tetapi film ini berhasil menyadarkan para penontonnya bahwa di negri ini masih ada jiwa-jiwa yang dengan setia mempertahankan kecintaannya kepada tanah air.
Masih ada rakyat yang setia menjadi bagian dari tanah air ini di daerah perbatasan sana, namun sayang nasib mereka tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Perjuangan yang telah mereka lakukan dan kesetiaan yang selalu mereka pegang erat seharusnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah, agar kehidupan mereka lebih makmur dan bisa merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh masyarakat yang berada di pusat kota.   
Kisah hidup Hasyim yang digambarkan di dalam film jelas memperlihatkan betapa berat kehidupan yang ia harus jalani demi menjaga kesetiaannya pada negri ini. Hingga akhir hayatnya, Hasyim tak pernah mendapatkan perhatian apa-apa dari pemerintah Indonesia. Hal itulah yang saat ini terjadi di negara kita. Pembangunan belum menjamah daerah-daerah perbatasan. Sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan di perbatasan masih jauh dari kelayakan.

Patut diacungi jempol
Bila dibandingkan dengan karya Herwin Novianto lainnya, seperti Jagat X Code yang dirilis pada tahun 2009, Tanah Surga...Katanya tentu lebih layak untuk dipertontonkan, karena mengandung nilai moral dan juga mengajarkan semangat nasionalisme. Pesan moralnya pun dapat tersampaikan, yaitu untuk tetap menjaga kecintaan pada negeri ini apapun yang terjadi.  
Di samping itu, kualitas  gambar dan pencahayaan yang ditata sedemikian rupa sehingga terlihat cukup apik serta pengaturan musik yang membuat film ini semakin hidup juga dapat dijadikan nilai tambah dari film ini. Para aktor dan aktris juga telah berperan secara totalitas sehingga acting  mereka terlihat lebih natural dan tidak dibuat-buat.  
Film ini juga tidak luput dari kekurangan, ada beberapa adegan yang tidak sesuai dengan jalan cerita, serta beberapa tokoh seperti kepala dusun yang seharusnya berwibawa justru ditampilkan seperti tokoh Gani (Norman Akyuwen) yang jauh dari ciri seorang kepala dusun yang menjadi panutan. Semangat nasionalisme juga hanya dipusatkan pada tokoh Hasyim dan juga Salman. Tetapi itu semua dapat tertutupi dengan kesempurnaan lainnya.
Tak banyak kekurangan yang terdapat di dalam film ini, sehingga film ini layak untuk diacungi jempol. Film ini sangat cocok untuk dijadikan bahan referensi bagi para penonton yang ingin membangkitkan jiwa nasionalisme dan kecintaan pada Tanah Air Indonesia. Semoga film ini dapat menjadi kritikan bagi pemerintah dan membuka mata mereka untuk lebih memperhatikan nasib rakyat di perbatasan. (review film "Tanah Surga...Katanya)    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar