Kamis, 28 November 2013

Garis Finish Ayah



terima kasih ayah.. dengan gagah berani kau mengorbankan nyawamu..

Sabtu, 28 Mei 2005
(Hari terakhir aku memeluk ayah). 

Masih jelas dalam ingatanku, ayah terlihat tampan dengan seragam barunya, ia terlihat seperti seorang pembalap nan gagah berani. iya, ayahku memang seorang pembalap, mungkin orang lain tak mengetahui, tapi ia tetap nomor satu bagiku. aku selalu setia duduk manis di samping ayah setiap kali iya mengajakku untuk bepergian. dengan bangga aku menyoraki ayahku untuk mengejar lawan, melesat di jalanan yang penuh dengan tantangan.
Tapi hari itu semua berbeda. Ayah tak seceria biasanya. ketika ayah menjemputku dari sekolah, hanya wajah muram yang bisa aku temui, tak seperti biasanya gumamku saat itu. Dengan bijak aku berfikir, mungkin ayah letih setelah perjalanan panjangnya kemarin.
Ayah adalah satu-satunya lelaki yang aku cintai, tak pernah terbayangkan olehku akan seperti apa hidupku tanpanya. mungkin itulah mimpi buruk yang paling aku takutkan ketika aku masih kecil. 
Sayangnya, mimpi buruk itu benar-benar terjadi. Aku yang saat itu baru saja menginjak usia 10 tahun harus merelakan kepergian ayah untuk selama-lamanya. 
Pantas, hari itu aku seperti kehilangan semangatku. Tak seperti biasanya, aku tak lagi menyoraki ayah untuk menancapkan gas dalam-dalam dan berpacu dijalanan yang kala itu sepi. aku hanya duduk termenung di kursi belakang. tapi ntah apa yang mengerakkan aku saat itu, tiba-tiba aku ingin selalu berada di dekat ayah, memandangi wajahnya dan mendengar suaranya. 

langit tiba-tiba gelap
Jalanan yang penuh dengan lubang telah berhasil ayah lalui, dan rintangan lainnya telah berhasil ayah lewati. ayah benar-benar seorang pembalap yang tangguh. namun sayang, pembalap yang tangguh harus berakhir dijalanan yang mulus tanpa hambatan. Ayah telah sampai pada garis finish yang selama ini ia kejar. hidup dari satu jalan ke jalan lain yang lebih menantang, dan berakhir pula di jalanan. 
Desa Peninggalan, sesuai dengan namanya, disana lah ayah meninggalkanku. pembalap nomor satu bagiku pergi dengan senyum yang tetap mengembang di pipinya. Sebuah tabrakan maut telah mengakhiri hidupnya. Langit menjadi saksi peristiwa itu, saat dimana ayah merelakan hidupnya demi orang-orang yang ia sayangi. "tetaplah bersama mama di rumah, biarkan papa yang pergi bersama om kesana" itulah kata yang berhasil aku pahami setelah kepergiannya. Dengan gagah berani ayah mengorbankan hidupnya, ayah tak ingin aku ikut! bersamanya, dengan sekuat tenaga ayah mendorongku agar nyawaku bisa terselamatkan. ya, dan akhirnya nyawa ayah yang tak bisa tertolong. Darah segar mengalir dari kepalanya, membanjiri seragam baru yang ia kenakan. Kepergiannya diiringi oleh isakan tangis ribuan orang, serta langit yang saat itu juga ikut meneteskan air matanya. 
               mobil yang biasa kami gunakan untuk berpetualang hancur lebur tak berbentuk...


ayah telah mengorbankan nyawanya saat itu, hingga akhirnya aku masih bisa bertahan hingga detik ini, tumbuh dewasa tanpa kehadirannya. kehadiran ayah selama ini, telah membawa arti bagiku dan bagi semua orang yang mengenalnya. 
AYAH.. Selamat! Ayah telah mencapai garis finish yang menjadi ujung dari perjalanan ayah selama ini. ayah akan tetap menjadi pembalap nomor satu bagiku! meski kini ayah telah tiada. Selamat beristirahat ayah, mungkin selama ini ayah letih, setelah berpetualang jauh, sepanjang hidup ayah hingga hembusan terakhir nafas ayah. terima kasih ayah! Tunggu aku di garis finish :')
I Love SEWEDA (Syamsuardi Dura- Alm) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar