Selasa, 22 Oktober 2013

Menggugat Pers dan Negara #bridgingcourse

Menurut Amir Effendi Siregar, media Indonesia saat ini masih bersifat elitis dan media yang dirasa paling elite tersebut adalah media cetak seperti surat kabar dan majalah. Selain masih bersifat elitis, isi dari media Indonesia juga masih seragam, dan kepemilikannya masih  terkonsentrasi. Tetapi berbeda halnya dengan radio, radio adalah salah satu media yang menurut Amir jangkauannya paling luas dan paling demokratis dalam keragaman isi dan kepemilikan.
Ada dua regulasi media yang dipakai di negara demokratis. Pertama, media yang tak menggunakan wilayah publik atau frekuensi seperti surat kabar dan majalah. Pada media ini berlaku prinsip pengaturan diri sendiri oleh penerbit dan organisasi pers. Di samping itu, ada Dewan Pers yang bertugas menjaga kemerdekaan pers, meningkatkan kualitas profesi wartawan, dan menyelesaikan sengketa pemberitaan pers. Sejauh ini, masih banyak pihak yang merasa kinerja Dewan Pers belum memuaskan, karena belum terlihat kegiatan penelitian yang memadai untuk mengetahui media mana yang baik dan yang tidak.
Kedua, media yang memakai wilayah publik atau frekuensi seperti radio dan televisi. Media ini memiliki aturan yang ketat, harus memperoleh izin, isi tidak boleh partisan, kepemilikan terbatas, dan harus netral. Namun, kenyataan yang ada saat ini, media justru memperlihatkan pemusatan kepemilikan yang berlebihan dan terselip unsur partisan.
Independensi yang seharusnya dimiliki oleh media malah beralih menjadi alat bagi kepentingan pemilik untuk mencapai tujuan politiknya. Apalagi saat pemilihan umum nanti, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai regulator utama media dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bekerjasama untuk memantau isi media agar tetap netral.  
Permasalahan kepemilikan media, Kementrian Kominfo sebagai regulator utama seharusnya tidak membiarkan konsentrasi terjadi. Dengan tegas MK mengatakan, permasalahan yang terjadi sekarang bukan soal konstitusionalitas melainkan masalah penegakan hukum.
Kesalahan tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab pers Indonesia tetapi juga para regulator sebagai pengatur yang masih harus meningkatkan kinerjanya, dan juga aparat yang bertugas sebagai penegak hukum. Agar media di Indonesia menjadi media yang independen bukan media yang dipimpin oleh kapital yang dapat menguasai segala hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar